Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Politics

Thursday, November 14, 2013 08:38 WIB

Tilep Uang Subsidi Demi Untung Besar

Pengembang perumahan di sektor properti punya banyak cara curang, antara lain penggelapan uang Prasarana dan Sarana Umum (PSU) khususnya untuk rumah bersubsidi. Seperti apa modusnya?

Pengembang yang membangun rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah bersubsidi, mendapatkan hak atas uang Rp 4 juta per rumah dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk membuat PSU sesuai kontrak yang ditandatangani. Pengembang akan membuat PSU tersebut dengan menggandeng sub kontraktor atau oleh pengembang.

"Karena sekarang banyak pengembang yang juga menjadi kontraktor," kata Direktir Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda kepada detikFinance, Kamis (14/11/2013)

Pada prakteknya di lapangan, kerap kali pengembang nakal menurunkan spesifikasi dari biaya PSU. Misalnya dari material atau ukuran PSU yang dibangun.

Contoh untuk mebangun badan jalan menggunakan aspal dengan kualitas baik namun ketika dibangun menggunakan kualitas yang tidak sesuai. Contoh lain misalnya PSU yang semestinya dibangun menggunakan besi, malah menggunakan kayu.

"Spesifikasinya di-downgrade," singkat Ali.

Menurutnya Kemenpera seolah-olah tutup mata walaupun mereka melakukan pengawasan, tapi tidak sering sehingga praktik tersebut kerap terjadi..

"Kalau tidak seperti itu, dimungkinkan juga ada oknum Kemenpera yang kongkalikong," ungkap Ali.

Ali menambahkan pengembang nakal bisa mendapatkan uang ratusan miliar dalam satu tahun dengan cara korupsi dana PSU. Biasanya, dalam pembuatan PSU, pengembang mengantongi uang Rp 1,5-2 juta per rumah.

Ia menegaskan hasil manipulasi tersebut sebagai uang panas. Bayangkan jika dalam setahun pengembang mendapatkan proyek mebangun rumah subsidi sebanyak 150.000 unit per tahun.

"Yang saya tahu kurang lebih Rp 1,5-2 juta per rumah. Kalau dikalikan 150.000 unit se-Indonesia, dia bisa mendapatkan Rp 300 miliar, itu dana segar," katanya.

Untuk mencegah praktik terlarang ini, Ali mengusulkan kepada Kemenpera agar dana PSU sejatinya diberikan pada konsumen sebagai tambahan uang muka.

"Itu lebih bagus dikonversikan ke uang muka untuk konsumen," seru Ali.

Ali yakin dana PSU sebesar Rp 4 juta per rumah bisa dialihkan ke uang muka untuk konsumen, maka praktik kecurangan dana PSU yang dilakukan pengembang nakal bisa dihindari.

"Dana yang Rp 4 juta itu diberi ke konsumen langsuung melalui bank. Itu relatif bermain susah, kan yang menerima bukan pengembang tapi konsumen melalui bank. Saya yakin itu peruntukkannya lebih jelas," papar Ali.

Sementara itu, Deputi Pengembangan Kawasan Kemenpera Agus Sumargianto meyakini tidak ada pengembang yang nakal bermain dana PSU. Semua dana PSU yang dibayarkan kepada pengembang sudah sesuai dengan kontrak yang ditetapkan yang mekanismenya sesuai ketentuan yang berlaku.

"Yang bangun PSU kita bayar sesuai dengan SP3K atau akad kredit. Contohnya kalau pengembang dalam kontrak mengajukan 100. Kalau dalam pelaksanannya cuma bangun 50 kita bayar 50," kata Agus.

Agus mengatakan, pelaksanaan pembangunan rumah beserta PSU-nya selalu diawasi oleh satuan tim kerja dari dinas teknis daerah. Setelah selesai dibangun, pemeriksaan pun kembali dilakukan agar mematikan PSU yang dibangun sesuai kontrak.

"Kalau dia (pengembang) main-main spek, yang rugi dia, nanti lingkungannya nggak sehat karena drainasenya kurang, atau lingkungannya jadi kumuh," katanya.

Selain itu, dia juga mengatakan soal usulan dana PSU dialihkan ke uang muka untuk konsumen akan sulit praktiknya. Menurutnya selain harus membuat regulasi baru yang mekanismenya tidak mudah, pengembang akan seenaknya membangun PSU tidak sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.

"PSU-nya sebagai pengembang semaunya saya dong kata pengembangnya. Itu akan kumuh, karena lingkungannya tidak sesuai standar lagi," jelasnya.

Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo tak mengelak soal fakta permainan dana PSU, namun kejadian semacam ini terjadi pada masa lalu saat PSU ditenderkan ke kontraktor untuk dibangun.

"Kalau PSU, zaman dulu ditenderkan sehingga yang dipasang oleh kontraktor di lokasi pengembang, banyak kejadiannya di bawah spesifikasi. Tapi sekarang, PSU ditunjuk langsung ke pengembang. Berarti dikerjakan oleh pengembang langsung," jelas Eddy.

Ia menegaskan kini praktik penggelapan dana PSU sudah tidak lagi terjadi. Apalagi ada Peraturan Presiden (Perpres) yang dikeluarkan pada pertangahan tahun lalu yang mengatur hal itu.

"Sekarang nggak apalagi sudah ada Perpresnya. Kalau dulu memang iya ada," kata Eddy.



Sumber: detikcom

RELATED NEWS

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]